
Dari kiri ke kanan: Nurhadi, S.Pd., M.H.; Riskal Arief; Prof. Yudhie Haryono, Ph.D., berbincang tentang industri rempah dan herbal nasional di Gedung DPR-RI, Senayan, Jakarta.
Riskal Arief
Pimpinan Redaksi
Di salah satu ruangan di Gedung Nusantara I MPR-DPR RI, Nurhadi, S.Pd., M.H., anggota Fraksi Partai NasDem, berbagi pandangannya mengenai masa depan rempah dan herbal Indonesia kepada saya dan Prof. Yudhie Haryono, Ph.D., selaku penggagas Banrehi. Dengan nada penuh keyakinan, ia menegaskan bahwa rempah-rempah dan herbal harus menjadi bagian utama dari upaya pengembangan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan.
“Saat ini, masyarakat Indonesia masih belum sepenuhnya menyadari manfaat besar dari rempah-rempah dan herbal,” katanya. Menurut Nurhadi, salah satu tantangan besar yang dihadapi adalah minimnya edukasi mengenai khasiat kesehatan alami dari bahan-bahan ini. Di tengah tren kembali ke alam dan minat global terhadap produk kesehatan berbasis tumbuhan, Indonesia memiliki potensi luar biasa untuk menjadi pusat produksi dan konsumsi herbal.
Potensi Ekonomi yang Terpendam
Nurhadi berbicara panjang lebar mengenai potensi ekonomi dari sektor ini. Sebagai seorang pengusaha di bidang kesehatan herbal, dia sangat fasih berbicara tentang potensi rempah dan herbal sebagai salah satu pilar ekonomi baru bagi Indonesia. “Lihat saja negara seperti Tiongkok dan India,” ujar Nurhadi. “Mereka berhasil menjadikan produk herbal sebagai bagian dari budaya dan upaya medis, sekaligus motor ekonomi yang menggerakkan masyarakatnya.”
Tiongkok dan India memang dikenal sebagai dua negara dengan pasar herbal yang kuat dan berkembang pesat. Di India, Ayurveda, yang merupakan sistem pengobatan tradisional, telah lama menjadi bagian dari budaya dan dipromosikan di pasar global. Sementara itu, di Tiongkok, TCM (Traditional Chinese Medicine) juga memainkan peran penting dalam kesehatan masyarakat, dengan produk-produknya dipasarkan secara luas, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Nurhadi melihat bahwa Indonesia seharusnya dapat menempuh jalur yang sama. Untuk itu, Nurhadi sempat mengutus istrinya sendiri untuk mempelajari TCM di Tiongkok selama tiga bulan. Hasilnya kemudian dipakai untuk mengembangkan bisnis herbalnya di Indonesia.
Ancaman Produk Palsu
Namun, tidak semua yang tampak alami benar-benar menyehatkan. Nurhadi menyoroti masalah serius yang saat ini menggerogoti industri jamu dan herbal di Indonesia. Ia mencatat adanya banyak produk jamu palsu yang justru membahayakan masyarakat.
Ancaman dari produk palsu ini tidak bisa dianggap enteng. Menurut laporan BPOM, telah ditemukan ratusan produk jamu yang mengandung bahan kimia berbahaya. Salah satu kasus yang mencuat adalah produk jamu yang dicampur dengan bahan kimia seperti sildenafil dan dexamethasone, yang seharusnya hanya digunakan di bawah pengawasan medis ketat.
Nurhadi mengakui bahwa masalah ini mencoreng industri herbal yang asli dan berkualitas. Oleh karena itu, ia mendesak agar tindakan tegas diambil untuk membasmi produk-produk palsu yang membahayakan konsumen. Dalam hal ini, Nurhadi bahkan pernah mempidanakan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab sebagai wujud rasa cintanya terhadap orisinalitas produk herbal Nusantara.
Dukungan untuk Banrehi
Di akhir pertemuan, Nurhadi menyampaikan dukungannya terhadap pembentukan Banrehi (Badan Nasional Rempah dan Herbal Indonesia), sebuah lembaga yang diharapkan dapat membantu mendorong sektor rempah dan herbal di tingkat nasional.
Lembaga ini diusulkan sebagai badan yang akan mengawasi produksi, distribusi, dan promosi rempah dan herbal secara komprehensif. “Saya akan mendukung penuh pembentukan Banrehi. Badan ini penting untuk menjaga kualitas, sekaligus memastikan produk-produk kita dapat bersaing di pasar global,” ujar Nurhadi penuh keyakinan.
Pada saat yang sama, Nurhadi juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat untuk mencapai tujuan bersama ini. Menurutnya, tanpa dukungan kolektif, upaya untuk membangkitkan sektor ini hanya akan menjadi wacana belaka.
Dengan optimisme yang tinggi, Nurhadi melihat bahwa Indonesia memiliki semua yang dibutuhkan untuk mengembalikan kejayaan rempah dan herbal. “Kita hanya perlu kemauan dan tekad kuat untuk membuat produk kita benar-benar menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” tutupnya dengan senyum. Banrehi, dalam pandangannya, bisa menjadi langkah awal menuju mimpi itu. (*)
0 Comments